Menurut Bariyah (2013), Murabahah berasal dari kata “al-ribh” dan “al-ribah” yang artinya beruntung atau memberikan keuntungan. Sedangkan secara istilah, Murabahah adalah jual beli benda dengan alat tukar disertai tambahan keuntungan yang telah ditentukan. Murabahah merupakan salah satu jenis jual beli yang diperbolehkan, di dalam transaksi Murabahah seorang pedagang harus memberi tahu harga pokok dan margin atau keuntungannya. Sedangkan jual beli yang tidak menyebutkan harga pokok dan marginnya disebut jual beli Musawamah dan membeli barang yang masih dalam pemesanan disebut jual beli Salam, dan transaksi keduanya tetap diperbolehkan. Namun artikel ini akan fokus pada pembahasan jual beli Murabahah.
Pada dasarnya, fitur dari transaksi Murabahah yaitu untuk pembelian barang jadi/alat produk/aset untuk jangka pendek. Kemudian, harga pokok dan tambahan atau keuntungan yang ditentukan pada transaksi Murabahah harus diketahui oleh penjual dan pembeli serta berdasarkan kesepakatan keduanya. Selain itu, pihak penjual tidak boleh menyembunyikan hal-hal yang berkaitan dengan harga, identitas, dan kualitas dari produk tersebut.
Selanjutnya, dalam transaksi Murabahah terdapat Rukun yang harus dipenuhi, yaitu:
Sedangkan diantara Syarat transaksi Murabahah yang harus dipenuhi adalah
Di sisi lain, perbankan syariah sebagai lembaga intermediasi juga menerapkan praktek Murabahah untuk memberikan pembiayaan kepada nasabahnya. Bahkan Murabahah dinilai menjadi salah satu jenis kontrak (akad) yang paling umum praktekkan pada pembiayaan perbankan syariah. Pada prakteknya, perbankan syariah akan menjual barang kepada nasabah ditambah dengan margin sebagai keuntungan yang akan didapat oleh bank syariah. Berdasarkan Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia 2021, Akad Murabahah menjadi salah satu produk pilihan debitur pada umumnya. Pembiayaan berdasarkan Akad Murabahah pada perbankan syariah pada tahun 2021 mencapai Rp 199,03 Triliun.
Hal ini terjadi karena sebagian besar kredit dan pembiayaan yang diberikan sektor perbankan di Indonesia bertumpu pada sektor konsumtif. Porsi penggunaan pembiayaan untuk jenis konsumtif hampir mencapai Rp 212,10 Triliun pada tahun 2021, sedangkan sisanya untuk penggunaan modal kerja dan investasinya hanya sebesar Rp 17,97 Triliun dan Rp 91,79 Triliun.
Di Indonesia, untuk mendukung perkembangan dari transaksi Murabahah, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait Murabahah diantaranya:
Fatwa | Details |
04/DSN MUI/IV/2000 | Murabahah |
13/DSN MUI/IX/2000 | Uang Muka Dalam Murabahah |
16/ DSN MUI/IX/2000 | Diskon dalam Murabahah |
23/DSN MUI/III/2002 | Potongan Pelunasan Dalam Murabahah |
46/DSN MUI/II/2005 | Potongan Tagihan Murabahah |
47/ DSN MUI/II/2005 | Penyelesaian Piutang Murabahah Nasabah Tidak Mampu Membayar |
48/ DSN MUI/II/2005 | Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah |
49/ DSN MUI/II/2005 | Konversi Akad Murabahah |
84/DSN MUI/XII/2012 | Metode Pengakuan Keuntungan Al Tamwil Al Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di LKS |
Fatwa diatas mengatur tentang praktek Akad Murabahah di perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah, yang dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan operasional perbankan syariah sehingga dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan aturan syariah.
Untuk memahami lebih detail terkait praktik Murabahah, artikel ini akan memberikan contoh dari Akad Murabahah, yaitu sebagai berikut:
Pada dasarnya pembiayaan Murabahah yang ada di bank syariah adalah pembiayaan yang melibatkan transaksi jual beli barang ditambah dengan keuntungan yang disepakati oleh nasabah dan bank syariah. Bank syariah akan menjual barang kepada nasabah dan nasabah akan menerima barang yang diinginkannya. Berbeda dengan transaksi Murabahah, pada transaksi Komoditi Murabahah nasabah akan mendapatkan uang tunai. Komoditi Murabahah merupakan transaksi pembelian komoditas antara dua belah pihak (pembeli dan penjual) dengan harga tangguh, untuk selanjutnya oleh pembeli dijual kembali ke pembeli yang lain (pihak ketiga) secara tunai.
Komoditi Murabahah telah dipraktekan di berbagai negara seperti Inggris, Arab Saudi, Kuwait, Bangladesh, Malaysia, dan Indonesia. Namun komoditi murabahah di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Komoditi Syariah. Penyebutkan tersebut sesuai dengan Fatwa DSN MUI No.82 Tahun 2011 Tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah, melalui Bursa Komoditi. Komoditi Murabahah merupakan salah satu inovasi instrumen pembiayaan yang belum dioptimalkan oleh lembaga keuangan syariah di Indonesia. Padahal jika kita melihat fitur Komoditi Syariah dapat meningkatkan daya saing produk pada perbankan syariah, dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan likuditas, dan dapat memberikan imbal hasil tetap pada perbankan syariah.
Mekanisme dasar dari transaksi Komoditi Murabahah adalah sebagai berikut:
Sedangkan Transaksi Komoditi Murabahah yang ada di bank syariah adalah:
Pada implementasinya, Komoditi Murabahah di bank syariah dimanfaatkan untuk Pasar Uang Antar Bank, Subrogasi, Lindung Nilai, Overdraft, Pembiayaan Konsumtif, Deposito, Pembiayaan Produktif, dan Sindikasi.