Istilah wadiah berasal dari kata kerja wada’a, yang berarti titipan. Titipan tersebut merupakan Amanah dari satu pihak ke pihak yang lain yang harus dijaga dan dikembalikan kepada penitip kapan saja si penitip menghendakinya. Wadiah mengacu pada sebuah kontrak, di mana pemilik menempatkan aset dengan pihak lain untuk disimpan. Dalam perbankan syariah, wadiah mengacu pada penerimaan sejumlah uang atau aset untuk diamankan sesuai dengan kententuan syariah.
Rukun Wadiah
Syarat Wadiah
Wadiah adalah salah satu kontrak dan transaksi yang diizinkan dalam Islam dan landasan hukum Wadi’ah diantaranya
a. Al-Qur’an
“Jika kamu dalam perjalanan, sedangkan kamu tidak mendapatkan seorang pencatat, hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Akan tetapi, jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Janganlah kamu menyembunyikan kesaksian karena siapa yang menyembunyikannya, sesungguhnya hatinya berdosa. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Baqarah [2]:283).
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat” (An-Nisa [4]:58).
b. Hadist
“Tunaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi amanat kepadamu dan jangan kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu” (HR. Abu Dawud dan al-Tirmidzi).
Gambar dibawah ini merupakan contoh penerapan akad Wadi’ah yad dhamanah di Lembaga Keuangan Syariah.
Keterangan gambar:
Secara sederhana, perbedaan akad wadiah dan murabahah terletak pada konsep transaksinya. Akad wadiah merupakan akad titipan yang berdasarkan Amanah yang memberlakukan biaya penitipan. Sementara itu akad murabahah merupakan akad transaksi jual beli yang melibatkan harga pokok barang ditambah dengan keuntungan bagi penjual.