Home
>
News
>
Publication
>
Melihat Peluang dan Potensi Indonesia dalam Transisi Green Energy, Seberapa Siap Indonesia?
Melihat Peluang dan Potensi Indonesia dalam Transisi Green Energy, Seberapa Siap Indonesia?
Friday, 10 February 2023

Diupdate 2024

Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Energi

Sebanyak tiga-perempat gas rumah kaca global berasal dari energi saja, termasuk produksi listrik, pengisian bahan bakar kendaraan, menggerakan industri, dan menghangatkan atau mendinginkan rumah. Perubahan iklim merupakan ‘gajah di dalam ruangan’; sesuatu yang sudah diketahui masyarakat namun masih diabaikan. Kondisi energi saat ini masih dominan bergantung dengan sumber kotor, yakni bahan bakar fosil yang terbuat dari batubara. Itu berarti bahwa, untuk kedepannya, masa depan energi harus bersih dan bebas dari karbon dan emisi bahaya lainnya.

Efek-efek perubahan iklim menghalangi kemampuan untuk menghasilkan energi. Misalkan, badai yang semakin intens menghantam Teluk Meksiko menyebabkan 80% produksi minyak terhenti atau musim kering di California dan Malawi yang mengganggu produksi listrik tenaga air. Selain iklim, emisi yang dihasilkan energi juga membahayakan kesehatan, terutama dalam bentuk polusi udara. Hal ini menunjukan urgensi untuk memperluas berbagai sumber energi yang dapat diandalkan.

Namun demikian, proses transisi energi berkelanjutan diperlambat oleh halangan pendanaan karena biaya konstruksi infrastruktur seperti kincir angin untuk tenaga angin dan bendungan untuk tenaga air serta infrastruktur dukungan seperti jaringan listrik dan sistem penyimpanan seperti baterai yang tergolong tinggi. Sektor energi akan membutuhkan dukungan finansial yang kuat supaya dapat secara bertahap menggantikan sumber energi yang kotor dan mengakomodir kebutuhan listrik masyarakat dan industri. 

 

Pasar Karbon

Pasar karbon adalah pengungkit kuat yang dapat ditarik untuk mendukung aksi iklim skala besar dan membantu Indonesia melakukan loncatan besar dalam menuju nol bersih. Pasal 6 dari Persetujuan Paris dimaksud untuk memfasilitasi ambisi melalui peningkatan efisiensi dengan cara mengurangi variabilitas dalam biaya marjinal pengurangan emisi di berbagai macam negara, memungkinkan para pihak untuk mengimplementasikan Nationally Determined Contribution (NDC) secara kooperatif, baik melalui kerjasama secara langsung maupun mitigasi yang ditransfer secara internasional. Sistem kooperatif sebagaimana dimaksud di pasal tersebut meliputi keterkaitan kebijakan yang homogen, yakni berbagai kebijakan berbasis pasar dan salah satunya adalah Pasar Karbon Sukarela (Voluntary Carbon Market).

Jika pihak daripada Persetujuan Paris bekerjasama di bawah mekanisme internasional seperti Pasal 6 dan terlibat dalam perdagangan emisi untuk mencapai emisi nol bersih, maka pasar karbon dapat memfasilitasi transaksi sekitar 1 Triliun USD per tahun di tahun 2050. Transaksi di pasar ini akan mengarah kepada pengurangan emisi yang signifikan selain redistribusi modal yang sangat besar ke seluruh wilayah dari pembeli ke penjual. Oleh karena itu, kredit karbon yang diperjualbelikan di pasar sukarela merupakan sarana bagi proyek-proyek energi terbarukan untuk mendapatkan modal supaya dapat beroperasi secara maksimal dan efektif. 

 

Akselerasi Transisi Green Energy

Selain permodalan yang dibutuhkan untuk mendorong akselerasi transisi green energy, pembangunan infrastruktur energi terbarukan juga membutuhkan dukungan material. Ekonomi hijau biasanya dikaitkan dengan bahan konvensional terbarukan seperti kayu, biomassa, air, dan tanah. Kemungkinannya kecil untuk logam-logam yang menjadi tulang punggung revolusi industri untuk diasosiasikan dengan ekonomi hijau. Sekilas, logam-logam memang mungkin tidak terlihat memiliki peran dalam transisi yang berkelanjutan. Namun kenyataannya, tanpa logam, blok bangunan ekonomi hijau tidak akan ada.

Contohnya, logam non-besi sangat penting untuk transisi rendah karbon Eropa karena kegunaan utamanya dalam teknologi breakthrough termasuk mobilitas bersih, energi terbarukan, dan baterai. Walaupun memprediksi secara tepat permintaan untuk logam spesifik mustahil, namun dapat dinyatakan secara jelas bahwa setiap perpindahan ke ekonomi yang lebih intensif energi terbarukan akan menghasilkan permintaan logam yang lebih besar secara keseluruhan. Global Materials Outlook to 2060 oleh OECD memperkirakan permintaan logam non-besi global akan meningkat lebih cepat dibanding dengan bahan baku lainnya, sekitar 7-19 gigaton per tahunnya pada tahun 2060. 

 

Potensi Indonesia dalam Transisi Green Energy

Indonesia merupakan salah satu negara produsen logam yang menjanjikan di dunia, yakni timah atau tin. Hal ini seharusnya menjadi sebuah keuntungan karena prospek logam non-besi yang cenderung meningkat karena permintaan untuk mengakomodir inovasi teknologi hijau. Timah merupakan salah satu logam non-besi yang terlupakan dalam transisi energi hijau. Pengunaan utama timah sebenarnya adalah solder untuk membuat sambungan listrik, dan ini menyumbang hampir 50% dari permintaan. Logam ini menghubungkan dunia listrik dan elektronik, dan penggunaan dalam komponen skala kecil ini yang membuat logam penting untuk transisi energi.

Setiap komponen ekonomi rendah karbon dan ekonomi yang semakin didorong oleh data membutuhkan timah karena; tanpanya, elektron tidak dapat mengalir dan artinya ponsel tidak berfungsi, baterai kendaraan listrik tidak akan mengisi daya, dan Internet of Things akan berhenti. Logam lain memang dapat digunakan untuk tujuan ini, namun mengingat kelimpahan dan keefektifan timah, sebenarnya tidak ada pengganti yang ekonomis. 

Secara umum, timah diketahui sebagai ‘lem dari logam’ karena digunakan untuk mengikat sesuatu, termasuk logam lainnya. Selebihnya, timah adalah komponen kritis dari perangkat keras berteknologi tinggi, kendaraan listrik, robotika, dan penggunaan logam terbarukan. Penggunaan energi dan teknologi adalah pendorong permintaan baru yang terkuat. Singkatnya, peralihan dari energi bahan bakar fosil yang dialirkan melalui pipa ke energi bersih yang dialirkan melalui kabel akan membutuhkan peningkatan volume timah untuk menggabungkan semuanya.

Selain itu, ada juga potensi timah untuk ditambahkan ke silikon dalam grafit yang digunakan dalam anoda baterai lithium-ion untuk memperlambat degradasi, dan timah juga menawarkan potensi dalam kombinasi dengan logam lain untuk katoda baik dalam teknologi baterai ‘basah’ maupun solid-state. Sejumlah inovasi baterai lainnya sedang dalam pengembangan, terutama untuk penyimpanan daya utilitas skala besar. Untuk timah, ada peluang dalam teknologi logam cair atau sebagai katalis dalam aliran redoks.

Timah juga sebagai pengganti elemen mahal dan langka yang digunakan dalam teknologi PV surya saat ini, seperti galium. Selain itu, timah juga sedang dieksplorasi sebagai media penyimpanan energi panas di ladang surya yang memusatkan sinar matahari dengan cermin. Kemampuan khusus untuk mereformasi dan menggabungkan organic compound yang dapat dimanfaatkan menggunakan sinar matahari atau elektrokimia membuat timah bahan unggulan sebagai bahan katalis yang dapat mengubah gas rumah kaca, terutama karbon dioksida, menjadi bahan kimia industri seperti formate. Oleh karena itu, timah juga mempunyai potensi sebagai bahan baku untuk katalis penangkap karbon. 

Untuk timah mempertahankan fungsi utamanya sejak Zaman Perunggu menunjukan bahwa logam ini mempunyai kemampuan beradaptasi yang hebat. Sifat paduan, pelapisan, dan konduktifnya akan terus memastikan kepemilikan peran penting dalam dunia rendah karbon. Penggunaannya dalam elektronik memang berpotensi menjadikannya raja dalam hal transisi energi. Masa depan teknologi hijau berpotensi menjadi intensif secara material disebabkan oleh peningkatan dari kegiatan ekstraksi dan produksi yang dapat berdampak signifikan pada sistem air, ekosistem, dan komunitas lokal. Saat Indonesia mengembangkan kekayaan sumber daya alam, keberlanjutan, perlindungan lingkungan, dan pilihan untuk mendaur ulang bahan sangat kritis untuk diintegrasikan ke dalam operasi, kebijakan, dan investasi baru.

Oleh : Allysea Subagdja

The Source 25 : Special Edition
Ketahui lebih lanjut tentang hal menarik lainnya dalam The Source edisi spesial ini.
Member of
© Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX)
Join Our Monthly Newsletter
Follow Us
Contact Us
Midpoint Place, 22nd Floor, K.H. Fachrudin Street No. 26, Tanah Abang, Jakarta Pusat
+62 21 3002 7788