oleh Btari Nadine
NFT digadang menjadi alternatif bagi para musisi untuk memperoleh keuntungan maksimal dari karya-karya musik mereka. Terlebih di masa serba digital, kebutuhan akan proteksi terhadap karya-karya seni digital menjadi semakin krusial. Blockchain, melalui NFT, diharapkan dapat menjadi jawabannya.
Dua dekade lalu kita diperkenalkan dengan internet, yang digadang-gadang akan merevolusi dunia musik. Terbukti, semakin banyak musisi-musisi independen maupun talenta-talenta baru yang namanya mencuat melalui internet.
Namun, internet juga membuka jalan bagi pengguna yang mengedepankan akses gratis. Hal ini pun memunculkan situs-situs pembajakan yang menyediakan musik secara gratis kepada khalayak umum tanpa memberikan royalti pada musisinya, seperti Napster. Meski Napster sudah lama mati, tetapi situs-situs semacamnya semakin menjamur seiring dengan perkembangan pengguna internet.
Meski banyak bermunculan talenta-talenta baru dan meluasnya ragam jenis musik yang tersedia bagi para pendengar saat ini, namun keuntungan yang diperoleh sebagian besar musisi seringkali tidak sebanding dengan popularitasnya. Dengan kata lain, profit bersih mereka sangat kecil.
Maka dari itu, musisi maupun perusahaan pengorbit mencari pendapatan besar melalui tur, konser offline, merchandise, penjualan album fisik, dan lain-lain. Sejak pandemi COVID-19, para pekerja industri kreatif ini tentu menjadi salah satu yang terkena dampak paling besar. Mereka hanya dapat mengandalkan pendapatan online, yang mana belum bisa memberikan jumlah yang setara dengan pendapatan offline.
Para musisi pun mulai mencari berbagai alternatif untuk memperoleh nominal yang lebih layak bagi karya-karya mereka. Perkembangan teknologi blockchain yang mengedepankan desentralisasi pun tak luput dari perhatian para pelaku industri kreatif. Bermula dari manfaat penjualan karya seni digital dalam bentuk NFT (berbasis teknologi blockchain) yang dirasakan oleh seniman visual, para musisi pun melihat potensi pemanfaatan NFT pada karya-karya mereka.
NFT = Non-fungible token
"Fungible" berarti suatu aset bisa dipertukarkan dan nilainya sama. Misalnya, uang Rp50 ribu sama dengan 5 lembar Rp10.000. Sebaliknya, "non-fungible" berarti aset bersifat unik dan nilainya tidak bisa ditukar dengan barang lain. Misalnya, meski punya foto lukisan Monalisa, tetap saja lukisan originalnya hanya 1.
Token digital ini bisa berupa aset digital atau versi NFT dari aset dunia nyata. Karya original yang dijual dalam bentuk NFT akan memiliki tanda unik dengan jumlah terbatas. Sederhananya, NFT bisa diibaratkan seperti buku edisi pertama yang ditandatangani penulisnya. Siapapun bisa 'mentransfer' NFT namun tidak bisa menduplikasinya, bahkan ketika bentuknya digital. Dengan kata lain, tanda unik pada karya seni yang dijual dalam bentuk NFT membuat karya tersebut tidak bisa dipalsukan.
Apa saja produk dunia musik yang bisa dijual dalam bentuk NFT?