Home
>
News
>
Publication
>
Mengenal Minyak Kelapa Sawit (CPO) Berkelanjutan Sebagai Komoditas Unggulan Indonesia
Mengenal Minyak Kelapa Sawit (CPO) Berkelanjutan Sebagai Komoditas Unggulan Indonesia
Thursday, 24 November 2022

Diperbarui 2024

Masyarakat di seluruh dunia menggunakan minyak kelapa sawit atau biasa disebut CPO (Crude Palm Oil) pada kehidupan sehari-hari, tak heran minyak kelapa sawit menjadi minyak nabati yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.

Apa Itu Crude Palm Oil (CPO)?

Crude Palm Oil adalah minyak mentah kelapa sawit yang dihasilkan dalam proses awal ekstraksi bagian mesocarp (sabut) pada buah sawit. Buah sawit ini kaya akan vitamin E dan karoten, sehingga menghasilkan minyak berwarna merah/jingga, dan oleh karena itu juga sering disebut dengan “Red Palm Oil.”

Komposisi asam lemak yang dihasilkan seimbang dengan kandungan 50% jenuh dan 50% tidak jenuh, karenanya CPO lebih diperuntukkan untuk menghasilkan produk turunan yang dapat dikonsumsi seperti minyak goreng, margarin dan coklat.

Indonesia Sebagai Surga Minyak Kelapa Sawit Dunia

Kebutuhan pasar yang besar terhadap minyak kelapa sawit membuka peluang bagi Indonesia untuk terus meningkatkan produksi dan mengekspor ke berbagai manca negara. Sebagai negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia menghasilkan 51,30 juta ton di tahun 2021 berdasarkan data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Di tahun 2021 total konsumsi lokal adalah 18,42 juta ton, sedangkan sisanya dipasok ke pasar ekspor.

Industri minyak kelapa sawit yang terus berkembang, tentunya sangat berpengaruh bagi perekonomian nasional. Bagaimana tidak, industri minyak kelapa sawit telah menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja, menciptakan kemandirian energi dengan menggantikan bahan bakar fosil melalui biodiesel, serta menyokong devisa negara melalui transaksi ekspor. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya sepanjang tahun 2021 mengalami kenaikan paling tinggi selama kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu sebesar US$ 27,6 Miliar atau setara dengan kenaikan 58,79 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan

Permintaan pasar yang semakin meningkat, membuat Indonesia terus meningkatkan produksi minyak kelapa sawit dengan memperluas area perkebunan. Dalam pelaksanaannya, industri minyak kelapa sawit di Indonesia dibangun dengan pendekatan yang mengutamakan keseimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pendekatan ini selaras dengan komitmen Pemerintah Indonesia yang dituangkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 tentang pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan RPJMN 2020-2024, pembangunan berkelanjutan merupakan hilir dalam setiap industri yang berjalan di Indonesia guna menghasilkan pembangunan yang adil dan inklusif tanpa melupakan aspek lingkungan hidup. Pendekatan yang dilakukan Pemerintah Indonesia melalui RPJMN 2020-2024 tentunya bermuara pada realisasi Sustainable Development Goals (SDGs).

Dalam upaya akselerasi pembangunan industri minyak kelapa sawit berkelanjutan, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 44 Tahun 2020 tentang Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, yang biasa dikenal dengan Indonesia Sustainable Palm Oil atau ISPO. Kebijakan ini membuat seluruh pelaku usaha baik Perkebunan Besar Negara, Perkebunan Besar Swasta, dan Perkebunan Rakyat Indonesia yang ingin bergerak di bidang minyak kelapa sawit harus memiliki sertifikasi ISPO. Penerapan sertifikasi ini akan dijadikan sebagai jaminan bahwa praktik produksi yang dilakukan telah mengikuti prinsip dan kaidah berkelanjutan.

 Daerah Penyumbang Minyak Kelapa Sawit Indonesia

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan darat dan laut yang terbentang luas. Pemanfaatan sumber daya alam yang baik akan mendongkrak perekonomian Indonesia. Sebagai negara kepulauan, setiap daerah di Indonesia memiliki potensi yang berbeda-beda. Dalam industri minyak kelapa sawit, Indonesia memiliki beberapa daerah yang terkenal sebagai daerah penghasil minyak kelapa sawit terbesar.

  • Riau
    Riau merupakan provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah pantai timur Pulau Sumatera. Sebagai salah satu provinsi terkaya di Indonesia, riau menyimpan berbagai potensi sumber daya alam yang melimpah terutama minyak kelapa sawit. Provinsi dengan luas wilayah 87.023,66 km2 ini mampu menghasilkan setidaknya 8,49 juta ton minyak kelapa sawit di tahun 2019 menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan luas perkebunan sawit 2,82 juta hektar, Provinsi Riau dikenal dengan julukan “negeri di atas minyak dan di bawah minyak” karena Riau merupakan kontributor ekspor minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) terbesar di Indonesia. Kegiatan hulu-hilir CPO di Riau didukung oleh ratusan perusahaan perkebunan kelapa sawit skala besar baik PBN (Perusahaan Besar Negara) maupun PBS (Perusahaan Besar Swasta).

  • Kalimantan Tengah
    Kalimantan tengah adalah salah satu provinsi yang terletak di Pulau Kalimantan, Indonesia. Kalimantan Tengah setidaknya menghasilkan 7,44 juta ton pada tahun 2019 berdasarkan data BPS dan berkontribusi 15% pada total produksi minyak kelapa sawit di Indonesia. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta jiwa, banyak penduduk Kalimantan Tengah berpenghasilan dari industri minyak kelapa sawit. Menurut Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah Rawing Rambang pada Oktober 2020 lalu, sekitar 30% masyarakat Kalimantan Tengah bekerja di sektor perkebunan. Meski bukan wilayah dengan kebun kelapa sawit terluas, Kalimantan Tengah memiliki produktivitas CPO tertinggi di Indonesia, yaitu mencapai 4.908 kg/ha.

  • Sumatera Utara
    Sumatera Utara merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian utara Pulau Sumatera. Masuk dalam barisan 10 besar provinsi paling luas di Indonesia membuat Sumatera Utara memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Dengan luas perkebunan sawit seluas 1,66 juta hektar, Sumatera Utara mampu menghasilkan 5,73 juta ton minyak kelapa sawit pada tahun 2019 berdasarkan data dari BPS. Hasil minyak kelapa sawit Sumatera Utara setidaknya menyumbang 14% seluruh produksi minyak kelapa sawit di Indonesia. Dalam sejarah, di Sumatera Utara juga terdapat kebun kelapa sawit komersil pertama yang dibuat pada tahun 1911, tepatnya di Pulau Raja dan Tanah Itam Ulu. Saat ini setidaknya terdapat 348 perusahaan perkebunan kelapa sawit, yang menjadikan Sumatera Utara sebagai provinsi kedua dengan produktivitas CPO tertinggi di Indonesia yaitu 4.619 kg/ha.

Daya Tarik Minyak Sawit di Pasar Global

Sebagai minyak konsumsi yang paling banyak digunakan di dunia, tentunya muncul pertanyaan, apa yang membuat minyak sawit begitu menarik dan mampu mengalahkan minyak konsumsi nabati lainnya? Berikut merupakan beberapa faktor penyebabnya:

  • Kebutuhan lahan yang efisien dan tingkat produksi yang tinggi
    Minyak sawit yang berasal dari pohon sawit (Elaeis guineensis) tergolong tanaman yang sangat efisien, karena dengan luas lahan penanaman yang sama dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya seperti kedelai, kelapa, rapeseed, dan bunga matahari, namun menghasilkan jumlah minyak yang jauh lebih tinggi. 

  • Masa panen yang dapat berlangsung sepanjang tahun
    Pohon sawit yang sudah berumur 3 sampai 4 tahun akan menghasilkan tandan buah yang berisi ratusan buah sawit yang kira-kira seukuran buah zaitun besar. Setiap buah tersebut menghasilkan sekitar 30-35 persen minyak, sehingga dari satu pohon sawit dapat menghasilkan 40 kilogram minyak setiap tahun. Pohon sawit memiliki masa produktivitas hingga 25 tahun.

  • Harga Lebih Rendah
    Karena output produksinya yang lebih tinggi dibanding minyak nabati lainnya, maka sekaligus menjadikan harga minyak sawit cenderung lebih rendah. Minyak sawit menguasai sekitar 40 persen dari produksi minyak nabati dunia.

Sentimen Penggerak Harga Minyak Sawit

Layaknya komoditi lain, minyak sawit juga mengalami fluktuasi harga yang pergerakannya dapat dipantau dari beberapa indikator di pasar antara lain:

  • Situasi di pasar sawit Indonesia
    Indonesia merupakan produsen sawit terbesar pertama dunia, sehingga setiap kebijakan yang diambil akan turut berdampak pada keseimbangan pasokan sawit di pasar global. Misalnya kebijakan mandatory biodiesel yang diterapkan di Indonesia, tentunya akan meningkatkan konsumsi minyak sawit dalam bentuk biodiesel, namun di sisi lain juga turut mengurangi pasokan ekspor sawit Indonesia ke pasar global.

  • Situasi di pasar sawit Malaysia
    Malaysia memiliki peran yang cukup vital dalam pasar sawit global, karena selain sebagai produsen sawit terbesar kedua dunia, pasar berjangka sawit Malaysia yang dimulai sejak Oktober 1980 ini telah berhasil menjadi tempat pembentukan harga yang diakui oleh dunia. Malaysia juga rutin merilis data statistik terkini terkait pasar sawit Malaysia, mulai dari laporan produksi, sisa stok, hingga data ekspor bulanan.

  • Situasi di negara importir utama
    India, China merupakan dua negara importir teratas untuk minyak sawit secara global. Ditambah dengan Uni Eropa sebagai negara importir terbesar ketiga untuk sawit dalam bentuk produk turunan. Kebijakan yang diambil oleh ketiga negara importir utama ini akan berdampak pada sisi permintaan minyak sawit global.

  • Gangguan cuaca
    Sebagai komoditas pertanian, cuaca memegang peranan penting dalam menentukan kesuksesan masa panen komoditas terkait. Misalnya curah hujan yang tinggi di Indonesia dan Malaysia biasanya akan turut memicu penurunan produksi dari kedua negara produsen utama sawit tersebut (berkontribusi terhadap 85% pasokan minyak sawit global), karena biasanya akan mengganggu proses produksi serta logistik.

  • Situasi di pasar minyak nabati
    Meskipun secara teknis sama-sama berasal dari tanaman, namun istilah “minyak nabati” lebih sering merujuk pada minyak yang cair pada suhu kamar seperti minyak zaitun, kedelai, biji bunga matahari dan minyak rapeseed. Minyak sawit, di sisi lain, berbentuk semi-padat di suhu kamar. Sebagai produk substitusi dari minyak sawit, situasi yang terjadi di pasar minyak nabati juga akan turut mempengaruhi pergerakan harga di pasar minyak sawit, begitupun sebaliknya. Untuk minyak nabati yang dijadikan sebagai acuan harga merujuk pada harga minyak kedelai. Hal ini dikarenakan produksi minyak kedelai merupakan yang terbesar setelah minyak sawit.

  • Harga minyak mentah dunia
    Sekitar 5% produksi minyak sawit diaplikasikan menjadi bioenergi yaitu dalam bentuk biodiesel. Hal ini menyebabkan pergerakan harga minyak mentah juga dapat mempengaruhi harga minyak sawit karena pengaplikasian tersebut. Saat harga minyak mentah dunia sedang tinggi dan menyebabkan harga bahan bakar berbasis minyak turut melambung, maka ada potensi peralihan produksi menjadi bahan bakar biodiesel.


Oleh: Dilla Savira & Girta Yoga

Pengertian, Daya Tarik, dan Sentimen Penggerak Harga Minyak Sawit di Indonesia
Member of
© Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX)
Join Our Monthly Newsletter
Follow Us
Contact Us
Midpoint Place, 22nd Floor, K.H. Fachrudin Street No. 26, Tanah Abang, Jakarta Pusat
+62 21 3002 7788