Home
>
News
>
Publication
>
MINYAK MENTAH: ANTARA PASOKAN, PERMINTAAN, DAN GEOPOLITIK
MINYAK MENTAH: ANTARA PASOKAN, PERMINTAAN, DAN GEOPOLITIK
Saturday, 13 February 2021

Oleh : Jericho Biere

Sejak tahun 1900 minyak mentah sudah mulai di eksplorasi di Amerika Serikat dengan penemuan beberapa cara untuk memompa minyak dari dalam bumi. Ditahun berikutnya terdapat penemuan akan tambang minyak di dataran negara bagian Texas yang disebut Spindeltop. Sebanyak 1.500 perusahaan di Amerika Serikat penghasil minyak mentah mendaftarkan diri untuk memproduksi minyak di dataran tersebut yang menjadi cikal bakal berkembangnya industri minyak mentah di Amerika Serikat. Perusahaan minyak Amerika mencari lahan diluar wilayah Amerika untuk dapat di eksplorasi akibat persaingan antar perusahaan penghasil minyak mentah di Negara Amerika Serikat sendiri sudah sangat ketat. Pada tahun 1910 dilakukan eksplorasi pertama di luar Amerika Serikat yaitu ke negara Venezuela. Eksplorasi berkembang lebih luas lagi ke wilayah Arab dengan kontrak pengeboran pertama dilakukan pada tahun 1933. Pada tahun 1960, untuk mengontrol pasokan minyak mentah dunia maka dibuat perjanjian antar negara penghasil minyak mentah yang membentuk organisasi yang terdiri dari 5 negara penggagas, yaitu Iran, Irak, Kuwait, Arab Saudi, dan Venezuela, tidak termasuk Amerika Serikat dan Uni Soviet (Rusia) yang memang menolak untuk ikut dalam perjanjian. Organisasi yang dibentuk tersebut adalah OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries), yang memiliki tujuan untuk menyatukan peraturan-peraturan terkait produksi minyak mentah diantara negara anggota, dan memastikan kestabilan pasar minyak mentah sehingga dapat menjaga efisiensi, nilai ekonomi dan pasokan minyak mentah kepada konsumen, pendapatan yang stabil bagi produsen dan menciptakan return on capital yang wajar bagi pelaku usaha di industri minyak mentah. Sembilan negara produsen minyak lainnya yang tergabung dalam OPEC sampai tahun 1975 adalah Ekuator, Indonesia, Gabon, Libya, Nigeria, Algeria, Angola, Qatar, dan UAE, serta dua negara produsen minyak lainnya yang bergabung pada tahun 2017-2018 adalah Guinea dan Congo. Akan tetapi Indonesia memutuskan untuk suspen dari OPEC pada November 2016 serta Qatar yang menyelesaikan keanggotaan pada 1 Januari 2019, sehingga pada saat ini anggota OPEC terdiri dari 14 anggota.

Pasokan

Produksi minyak mentah OPEC pada tahun 2016 – 2018 cukup berfluktuasi berdasarkan laporan International Energy Agency (IEA), yaitu bertengger di level 31.7 sampai 38 juta barel per hari, dengan rata-rata per hari dalam satu tahun sebesar 32 juta barel. Untuk menjaga stabilitas harga minyak mentah, pada tahun 2016 diadakan pertemuan pertama antara negara anggota OPEC dan negara anggota non OPEC yaitu Azerbaijan, Brazil, Kazastan, Meksiko, Oman dan Rusia, untuk berkerjasama dalam membuat keputusan-keputusan yang baik untuk pasar dan harga minyak, serta mengurangi volatilitas sehingga menciptakan stabilitas kepada pasar minyak mentah dunia. Pertemuan tersebut berfokus pada fundamental atas pasar minyak mentah dan faktor-faktor yang mendorong aktivitas ekonomi lainnya, permintaan dan pasokan minyak, termasuk penumpukan pasokan yang terlampau besar. Hal ini menjadikan banyak permintaan akan komitmen kerjasama yang telah disepakati, salah satunya pada pertemuan yang kelima yang diadakan pada Desember 2018 lalu, yaitu disepakati pemangkasan produksi sebesar 1.2 juta barel per hari, dimana 0.8 juta barel per hari dari anggota OPEC , dan 0.4 juta barel per hari dari anggota non OPEC, pengecualian untuk Iran, Venezuela, dan Libya. Kesepakatan ini efektif Januari 2019 sampai dengan enam bulan kedepan, sebelum di evaluasi kembali setelah melihat pergerakan harga minyak dalam periode tersebut.

Gambar Produksi Minyak Mentah OPEC 2016 - 2019

Beberapa anggota OPEC sudah memangkas produksi minyak mentah terkait dengan komitmennya yaitu diantaranya Arab Saudi yang telah melakukan pemangkasan produksi sebesar 0.8 juta barel per hari selama periode November 2018 – Januari 2019. Dari puncaknya pada November lalu produksi minyak mentah Arab Saudi sebesar 11.1 juta barel per hari, akan berkurang sebesar 1.3 juta barel per hari sampai dengan produksi Maret 2019. Hal ini mengindikasikan bahwa Arab Saudi sangat agresif dalam memangkas produksi minyak mentah nya, melebihi dari apa yang telah disepakati bersama. Uni Emirat Arab telah melakukan pemangkasan produksi sebesar 0.25 juta barel per hari. Akan tetapi ada juga negara yang menurun produksi nya karena sanksi yang dikenakan kepada negara tersebut seperti Iran dan Venezuela. Iran mengalami penurunan produksi 0.25 juta barel per hari dalam periode November 2018 – Januari 2019. Dibandingkan dengan semester satu 2018, ekspor minyak mentah Iran turun sebesar 1.5 juta barel per hari pada November 2018 masih dipengaruhi oleh sanksi yang masih berlaku bagi Iran. Produksi minyak mentah Venezuela menurun drastis dibandingkan delapan tahun yang lalu, yaitu dari 2.7 juta barel per hari menjadi 1.3 juta barel per hari pada produksi Januari 2019. Walaupun memiliki cadangan minyak yang besar, Venezuela saat ini sedang dalam masa krisis yang diperparah dengan hiperinflasi. Bahkan sebelum sanksi dari Amerika Serikat, perusahaan minyak milik negara Venezuela yang dikenal PDVSA, mengalami penurunan produksi minyak mentahnya.

Sejak tahun 2014, salah satu negara non anggota OPEC yaitu Amerika, menciptakan sumber minyak mentah baru dari wilayah Texas selatan dan Dakota Utara, sehingga dengan ekplorasi ini menjadikan stok minyak mentah dunia meningkat. Produksi minyak shale merupakan sepertiga dari produksi minyak mentah onshore di 48 wilayah yang lain di Amerika Serikat. Dengan demikian output produksi minyak mentah yang dihasilkan dari AS meningkat hampir dua kali lipat dari 5.7 juta barel per hari di tahun 2011 menjadi 11.6 juta barel per hari di 2018. Hasilnya, sejak tahun 2018 AS menjadi negara produsen minyak mentah terbesar di dunia menurut laporan Energy Information Administration. Sebagai salah satu negara non anggota OPEC, Amerika Serikat berkontribusi dalam mempengaruhi fluktuasi harga minyak mentah terkait kegiatannya memproduksi minyak mentah pada level kapasitas produksinya. Hal ini dapat terlihat dari harga minyak mentah yang sudah mulai menurun sejak pertengahan tahun 2014 sampai dengan tahun 2016 pada harga tertinggi $111 per barel dan terendah di $35 per barel dengan harga yang berfluktuasi di periode tersebut.

Gambar Produksi Minyak Mentah Amerika Serikat 2011 – 2040F

Menurut Wood Mackenzie, produksi minyak mentah di Amerika Serikat diprediksi mengalami puncak nya pada tahun 2025 dengan sekitar 12 juta barel per hari yang berdasarkan konsensus bahwa pertumbuhan produksi di Amerika memang sudah mulai melambat, sehingga memberikan sinyal perlambatan produksi kepada pasar minyak mentah dunia.

Permintaan

Pertumbuhan permintaan minyak mentah secara global dapat diasumsikan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi global dengan indikatornya adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut Wood Mackenzie, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2019 sebesar 2.7%, menurun dibanding pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2018 lalu yaitu 3.0 %. Prediksi menurun juga untuk dua tahun kemudian, yaitu 2.5% di tahun 2020 dan 2.4% di tahun 2021. Resiko yang paling besar bagi perekonomian dunia saat ini adalah persoalan tarif dagang yang telah di sampaikan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump tahun lalu kepada negara-negara yang memiliki hubungan dagang dengan Amerika Serikat, terutama Cina. Hal tersebut menurut Wood Mackenzie, dapat menurunkan permintaan minyak mentah sebesar 400 ribu barel per hari.

Gambar Pertumbuhan PDB Global (Tahunan)

Rasio hutang pemerintah terhadap PDB juga menciptakan level resiko tersendiri apabila setiap tahunnya semakin rentangnya semakin lebar. Beberapa negara dengan PDB yang besar memiliki hutang yang besar pula, seperti Amerika dengan rasio hutang terhadap PDB lebih besar dari 100%, Zona Eropa, UK, dan India dengan rasio hutang lebih dari 50%. Semakin tinggi rata-rata rasio hutang dari negara-negara dengan PDB besar, maka semakin besar resiko yang dihadapi perekonomian global.

Pada gambar 3 grafik kanan juga menunjukkan penurunan atas suku bunga di Amerika, Inggris, Zona Eropa dan Cina, yang mengindikasikan pelemahan pertumbuhan atas negara-negara tersebut, dimana negara-negara tersebut memberikan kontribusi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Dengan kata lain, dengan adanya perlambatan ekonomi global dapat mempengaruhi permintaan atas minyak mentah untuk beberapa tahun kedepan.

Gambar Grafik Hutang Pemerintah terhadap PDB & Suku Bunga

Gambar Proyeksi Permintaan Minyak Global

Wood Mackenzie memprediksi bahwa permintaan minyak mentah berada pada puncaknya pada tahun 2035 atau 2036. Permintaan minyak mentah tersebut dipengaruhi oleh transisi konsumsi minyak mentah dari kendaraan konvensional kepada kendaraan listrik (electronic vehicle). Menurut International Energy Agency (IEA), perkembangan penggunaan kendaraaan listrik akan terus bertumbuh ditahun-tahun mendatang. Pada tahun 2017 tercatat 3.1 juta kendaraan listrik terjual di seluruh dunia, dan di prediksi kendaraan listrik akan terjual sebanyak 125 juta sampai tahun 2030 dan hal tersebut dapat menurunkan konsumsi minyak mentah dunia. Alasan utama mengapa konsumen dapat beralih dari kendaraan konvensional dengan asupan minyak mentah kepada kendaraan listrik adalah karena biaya penggunaan baterai yang murah sehingga menimbulkan nilai ekonomi, serta dapat mengurangi polusi udara.

Geopolitik

Pada tahun 1973, krisis minyak mentah pertama terjadi ketika Arab Saudi melakukan embargo atas produksi minyaknya. Keputusan untuk memboikot Amerika serta bermaksud menghukum negara-negara barat dalam mendukung Israel atas perang Yom Kippur terhadap Mesir yang membuat harga minyak mentah meningkat tajam dari $3 per barel menjadi $12 atau 400% pada bulan Oktober 1973 dan Maret 1974. Harga minyak mentah yang meroket membuat semua biaya transportasi menjadi lebih mahal. Krisis minyak mentah yang kedua terjadi pada tahun 1979, pada saat peristiwa revolusi Iran. Kerusuhan yang terjadi di Iran mengakibatkan industri minyak mentah terpuruk yaitu kerugian yang besar atas pasokan yang sudah ada dengan harga yang melambung tinggi, sehingga permintaan yang menurun drastis. Situasi makin diperburuk manakala perang antara Iran dan Irak terjadi di tahun 1980 – 1988, yang berdampak kepada meningkatnya level ketidakstabilan keberadaan minyak mentah diseluruh dunia.

Setelah krisis minyak mentah selesai di era tahun 1990, banyak hubungan diplomatik negara-negara penghasil minyak mentah menjadi semakin terkait satu dengan yang lain. Baik dalam diplomasi kerjasama maupun perbedaan pandangan sehingga menimbulkan ketegangan antar negara anggota OPEC dengan Amerika Serikat.

Gambar Dinamika Geopolitik Menambahkan Ketidakpastian Pasokan Minyak Mentah Global

Selain dinamika geopolitik diatas, kebijakan Amerika Serikat terkait perdagangan antar negara memberikan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian global. Isu yang paling menyorot perhatian dunia adalah perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina. Perang dagang dapat menyebabkan perlambatan ekonomi Cina sehingga konsumsi minyak mentah di Cina menurun, dimana Cina adalah negara dengan konsumsi minyak mentah yang cukup besar. Seperti yang dilansir oleh Energy Information and Adminstration Amerika Serikat pada tahun 2016, menyatakan bahwa konsumsi Cina berada pada urutan kedua dunia setelah Amerika Serikat dengan presentase 13% dari konsumsi dunia yaitu berjumlah 12.79 juta barel per hari.

Kesimpulan

Beberapa indikator yang telah dibahas menyatakan bahwa permintaan minyak mentah mulai melambat yang banyak dipengaruhi oleh perang dagang yang sedang terjadi saat ini. OPEC+ masih melakukan pemangkasan produksi dimana akan berlangsung sampai pertengahan 2019, sebelum pertemuan anggota OPEC dan non OPEC berlangsung kembali. Hal ini dapat membuat harga minyak tertekan, namun pasokan minyak dibeberapa tempat mengalami halangan dan perlambatan karena situasi politik yang tidak stabil, sehingga membuat harga minyak dapat terpicu naik. Dapat disimpulkan harga minyak mentah dalam beberapa tahun kedepan akan mengalami banyak ketidakstabilan sehingga memberikan ruang bagi trader untuk menciptakan peluang untuk bertransaksi dan merealisasikan keuntungan diiringi dengan pemantauan pasar akan informasi pasokan, permintaan, dan geopolitik.

Member of
© Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX)
Join Our Monthly Newsletter
Follow Us
Contact Us
Midpoint Place, 22nd Floor, K.H. Fachrudin Street No. 26, Tanah Abang, Jakarta Pusat
+62 21 3002 7788