Home
>
News
>
Publication
>
Mengenal Bursa CPO Indonesia & Perannya dalam Industri Perdagangan CPO
Mengenal Bursa CPO Indonesia & Perannya dalam Industri Perdagangan CPO
Monday, 01 April 2024

Indonesia: Produsen Utama Minyak Sawit Global

Posisi Indonesia dalam mata rantai industri perdagangan Crude Palm Oil (CPO) global sudah tidak diragukan, hal ini dapat terlihat bahwa sejak tahun 1980, produksi minyak sawit global didominasi oleh dua negara produsen utama yaitu Indonesia (sekitar 50%) dan Malaysia (sekitar 35%), yang secara kolektif menyumbang sekitar 85% dari total pasokan minyak sawit di pasar global.

Sebagai produsen terbesar pertama dengan total produksi mencapai sekitar 50 persen, maka seharusnya wajar apabila Indonesia memiliki “kekuatan lebih” dalam menentukan arah pergerakan komoditi CPO ini di pasar global. Namun, kelebihan ini justru tidak dirasakan oleh Indonesia, alih-alih menentukan harga CPO, justru penentuan harga CPO Indonesia khususnya untuk pasar ekspor hingga saat ini masih mengacu ke harga CPO yang terbentuk di luar Indonesia, yaitu Bursa Malaysia Derivatives Berhad (BMD).


Apa yang Menjadikan Pasar CPO Malaysia Begitu Istimewa?

Malaysia memilih untuk membangun infrastruktur pasar CPO-nya dengan melibatkan peran Bursa Komoditi yaitu Bursa Malaysia Derivatives Berhad (BMD). CPO Malaysia mulai ditransaksikan di BMD sejak Oktober 1980, kemudian secara perlahan transaksinya mulai diakui baik dalam negeri maupun luar negeri, sehingga harga yang terbentuk pun diterima dan dijadikan sebagai acuan harga baik bagi pelaku CPO untuk tujuan domestik maupun di luar Malaysia.

Meskipun tidak terlibat langsung dalam mata rantai produksi, namun harus diakui bahwa yang menjadikan pasar CPO Malaysia menjadi berkembang pesat hingga seperti sekarang adalah berkat peran serta BMD selaku Bursa Komoditi.

Berikut merupakan beberapa alasan penting yang membedakan pasar CPO Malaysia sebelum dan setelah adanya BMD, antara lain:

  1. Standarisasi CPO

    Standarisasi merupakan proses penting yang membedakan antara transaksi di bursa dengan pasar fisik yang ada di luar bursa. Sebelum suatu komoditi dapat ditransaksikan melalui bursa, maka harus dapat distandarisasi baik secara kualitas maupun kuantitas.

    Tujuan standarisasi ini adalah untuk memastikan bahwa penjual dan pembeli yang akan bertransaksi di bursa akan menjual atau membeli produk yang seragam baik mutunya maupun kuantitasnya. Sehingga dengan keseragaman ini tidak ada lagi transaksi yang berdasarkan
    brand oriented namun lebih bertransaksi atas komoditinya.

    Selain itu, melalui standarisasi di bursa ini secara tidak langsung dapat membantu upaya pemerintah dalam pengaturan mutu CPO agar menjadi lebih baik.


  2. Transaksi yang Transparan

    Salah satu alasan utama yang menjadikan transaksi di bursa menjadi menarik dan dapat diterima oleh semua pelaku adalah transaksi yang transparan, dalam hal ini artinya semua pelaku yang terlibat dalam transaksi dapat melihat berapa harga jual maupun beli beserta jumlah (lot) jual dan beli yang dipasang oleh masing-masing pelaku melalui sistem perdagangan yang disediakan oleh bursa.

    Selain transaksi yang transparan, dalam ekosistem perdagangan di bursa juga melibatkan pihak yang melakukan penjaminan atas transaksi yang terjadi di bursa, yaitu lembaga kliring.


    Melalui peran lembaga kliring ini, maka transaksi yang terjadi di bursa menjadi lebih likuid karena penjual dipastikan akan menerima pembayaran atas CPO yang diserahkan dan pembeli menerima CPO sesuai mutu dan jumlah yang ditransaksikan.

  3. Harga yang terbentuk kredibel dan akuntabel
    Karena transaksi yang terjadi di bursa likuid, maka harga yang terbentuk pun secara otomatis merupakan harga yang kredibel dan akuntabel. Harga inilah yang kemudian dijadikan acuan harga bagi pelaku pasar CPO karena dianggap merefleksikan harga CPO sesuai dengan harga pasar.


Bursa CPO Indonesia: Menciptakan Kedaulatan CPO Indonesia

Pemerintah Indonesia telah bercita-cita sejak lama untuk menciptakan kedaulatan CPO yang seharusnya berada di genggaman Indonesia. Hal ini terlihat dari langkah pemerintah yang berniat melaksanakan perdagangan CPO melalui peran Bursa Berjangka, sama halnya dengan skema yang dijalankan oleh BMD.

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) selaku regulator yang mengatur dan mengawasi Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) di Indonesia, pada Mei 2010, memberikan izin pada ICDX untuk meluncurkan kontrak berjangka CPO yang diperuntukkan sebagai sarana lindung nilai (hedging) bagi pelaku pasar CPO Indonesia. ICDX berhasil menjalankan amanat tersebut karena sejak 1 Juli 2013, harga transaksi CPO yang terbentuk di Bursa ICDX telah dimasukkan dalam formula penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) dengan pembobotan sebesar 60% di samping BMD (20%) dan Rotterdam (20%).

Namun, Pemerintah Indonesia masih tetap berupaya untuk mewujudkan kedaulatan CPO Indonesia sepenuhnya dengan menjadikan harga CPO Indonesia sebagai referensi harga CPO di pasar global. Untuk mewujudkan harapan tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan diminta agar dapat membentuk Bursa CPO Indonesia, yang tujuannya adalah untuk menyelenggarakan tata niaga perdagangan fisik CPO di Indonesia. 

Member of
© Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX)
Join Our Monthly Newsletter
Follow Us
Contact Us
Midpoint Place, 22nd Floor, K.H. Fachrudin Street No. 26, Tanah Abang, Jakarta Pusat
+62 21 3002 7788