Home
>
News
>
Publication
>
Komoditi Energi “Go Green” Demi Kelangsungan Bumi
Komoditi Energi “Go Green” Demi Kelangsungan Bumi
Tuesday, 11 May 2021

Kurangi Jejak Karbon Lewat Earth Hour

Meningkatnya kesadaran publik akan dampak negatif perubahan iklim dan pemanasan global, berdampak pada munculnya tren penggunaan energi yang berbasis eco-friendly atau ramah lingkungan. Gerakan menuju energi ramah lingkungan tersebut, kini diperingati tiap tahun melalui Earth Hour, yang tahun ini jatuh pada tanggal 28 Maret. 

Earth Hour diinisiasi oleh World Wide Fund for Nature (WWF) dan pertama kali dilaksanakan secara simbolis pada 31 Maret 2007 di Sydney, Australia. Earth Hour mengajak seluruh dunia untuk mematikan semua lampu dan peralatan elektronik selama yang 1 jam, yang diyakini akan membantu mengurangi konsumsi energi serta meredam efek negatif dari pemanasan global–yang mana merupakan imbas dari penggunaan bahan bakar fosil secara besar-besaran dalam beberapa dekade terakhir ini.


Komoditas Energi Ramah Lingkungan Naik Daun

Maraknya tren go green membuat banyak pelaku industri mengikutsertakan kampanye go green dalam bidangnya, salah satunya dengan menghasilkan produk ramah lingkungan. Sebagai contoh, kini terdapat “plastik” yang mudah terurai dan kertas dari bahan daur ulang. Sementara di bidang pertanian, ada produk pestisida yang dapat mengurangi kandungan zat kimia yang bisa merusak lingkungan. Lalu, bidang energi pun akhir-akhir ini ramai dengan istilah renewable energy atau energi terbarukan.


Dihasilkannya Perjanjian Iklim (Conference of the Parties atau COP21) dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-21 yang berlangsung di Paris, Prancis pada tahun 2015 silam, semakin menegaskan komitmen dunia akan penggunaan energi terbarukan. Sampai dengan Desember 2019, tercatat sudah ada 197 pihak (196 negara dan satu organisasi integrasi ekonomi regional) yang mengadopsi perjanjian ini.


Energi terbarukan berkontribusi terhadap 12.5% dari total konsumsi energi global dan sekitar 21% dari pembangkit listrik dunia. Energi ini mengeluarkan emisi karbon yang lebih rendah dan dapat mengurangi polusi udara. 


Berdasarkan sumbernya, energi terbarukan dibagi menjadi 5 jenis, antara lain


  Energi Surya

Energi surya yang dikonversi melalui panel Solar Photovoltaic (PV) – oleh karenanya dikenal juga sebagai panel surya – dapat digunakan untuk menghasilkan listrik, pemanas air, dan penggunaan komersial dan industri lainnya. Di Amerika Serikat, energi surya memasok lebih dari 1% pembangkit listrik. Namun, energi surya memiliki keterbatasan, yaitu harga perangkat panel surya yang masih tinggi, serta jumlah sinar matahari yang tidak tetap–tergantung lokasi, waktu harian, musim dalam setahun, dan cuaca. Selain itu, diperlukan area yang luas untuk menyerap atau mengumpulkan jumlah energi tertentu yang diperlukan.


Energi Geothermal

Energi geothermal atau panas bumi digolongkan menjadi sumber energi terbarukan karena para ilmuwan menemukan bahwa suhu inti bumi adalah sekitar 10,800 derajat Fahrenheit (°F) atau sama panasnya dengan permukaan matahari. Beberapa aplikasi penggunaan energi panas bumi ini antara lain untuk sistem pemanas dan pendingin gedung, pembangkit listrik, dan pompa panas geothermal. Pembangkit listrik berbasis energi panas bumi mampu mengurangi kadar sulfur yang dihasilkan hingga 97% dan menekan kadar karbon dioksida hingga 99% dibanding pembangkit listrik berbahan bakar fosil.


Energi Air

Energi air merupakan salah satu sumber energi pertama yang digunakan untuk pembangkit listrik. Per tahun 2018, pembangkit listrik tenaga air berkontribusi terhadap 41% dari total pembangkit listrik di AS yang berasal dari sumber energi terbarukan.

Energi Biomassa

Biomassa merupakan bahan organik yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Ketika biomassa dibakar, energi kimia dalam biomassa dilepaskan sebagai panas. Biomassa dapat dibakar secara langsung atau dikonversi menjadi biofuel cair atau biogas untuk bahan bakar. Melalui media turbin uap, energi kimia dari biomassa yang dibakar dapat menghasilkan listrik. Di AS, bahan bakar biomassa memasok sekitar 5% dari total penggunaan energi, yang terdiri atas 47% dari biofuel (terutama etanol), 44% dari kayu dan turunan kayu, dan 10% dari limbah kota (EIA, 2017).


Energi Angin

Pemanfaatan energi angin saat ini sudah tidak melalui kincir angin kuno lagi, akan tetapi berbentuk turbin setinggi gedung pencakar langit. Angin menggerakan bilah turbin yang terhubung ke generator listrik untuk kemudian menghasilkan listrik. Turbin angin dapat ditempatkan di mana saja dengan kecepatan angin tinggi, seperti puncak bukit, dataran terbuka, atau bahkan lepas pantai di perairan terbuka. Di AS, energi angin berkontribusi terhadap lebih dari 6% pasokan generator listrik mereka.


Indonesia juga tidak mau ketinggalan dalam misi mengembangkan energi terbarukan demi menjamin ketahanan energi nasional di masa mendatang. Melalui UU No. 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The UN Framework Convention on Climate Change, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri (unconditional) atau 41% jika ada kerjasama internasional (conditional). Undang-undang tersebut dirincikan lebih lanjut dalam Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Kontribusi sektor ketenagalistrikan (pembangkit listrik) dari RUEN tersebut sebesar 75% atau setara dengan 45,2 GW, sedangkan sektor bahan bakar sebesar 25 persen.


Menangkap Peluang Komoditi Energi Ramah Lingkungan di PBK Indonesia


Selama beberapa dekade terakhir, sejumlah komoditas ramah lingkungan telah diproduksi dan diperdagangkan melalui beberapa bursa komoditi di duni, seperti carbon offset dan Renewable Energy Certificates (RECs). Carbon offset merupakan pengurangan emisi karbon dioksida atau gas rumah kaca yang dibuat untuk mengimbangi emisi yang diproduksi di tempat lain. Sementara REC merupakan bukti bahwa listrik dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan yang telah memenuhi persyaratan. Pemilik REC secara efektif dapat mengklaim telah membeli energi terbarukan.

Melihat perkembangan tren komoditi berbasis go green secara global dan komitmen Indonesia untuk turut serta melakukan transformasi energi–dari energi fosil ke energi terbarukan–maka sudah waktunya bagi Indonesia untuk mulai memiliki komoditi ramah lingkungan yang dapat diperdagangkan di bursa komoditi dalam negeri

Member of
© Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX)
Join Our Monthly Newsletter
Follow Us
Contact Us
Midpoint Place, 22nd Floor, K.H. Fachrudin Street No. 26, Tanah Abang, Jakarta Pusat
+62 21 3002 7788