Seiring dengan demam aset kripto seperti Bitcoin dan Ethereum, bank-bank sentral dunia juga turut mempercepat rilisnya mata uang digital dari bank sentral (Central Bank Digital Currency/CBDC).
People’s Bank of China (PBoC) misalnya, baru-baru ini kembali menguji coba yuan digital melalui loterai yang diselenggarakan umum bagi penduduknya. China membagikan uang digitalnya dalam loterai dengan total hadiah 40 juta yuan.
Penduduk dapat menggunakan dua aplikasi perbankan untuk mendaftarkan diri dan berkesempatan memenangkan satu dari 200 ribu "paket merah." Tiap "paket merah" berisi 200 yuan digital yang nantinya dapat dibelanjakan pada merchant tertentu.
Sebetulnya, yuan digital sudah dicanangkan sejak 2014 dan sejauh ini China sudah mendistribusikan sekitar 200 juta yuan digital sebagai bagian dari pilot project nasional.
Sama-sama "mata uang digital", apa bedanya dengan kripto?
Meski sama-sama disebut mata uang digital atau digital currency, CBDC berbeda dengan kripto. Selain penerbitnya, ada beberapa aturan yang membedakan fungsi CBDC dengan kripto.
Rupiah Juga Go-Digital!
Tidak hanya China, Bank Indonesia juga telah mengumumkan sedang dalam tahap pengembangan untuk Rupiah digital. Produk yang nantinya bernama Digital Rupiah ini menjadi representasi uang digital yang menjadi simbol kedaulatan negara (sovereign currency) dan menjadi kewajiban moneter bank sentral selaku penerbitnya.
Ada tiga pertimbangan BI dalam menerbitkan digital Rupiah, yakni:
Pasokan Digital Rupiah akan disesuaikan oleh bank sentral untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu. Nah, berhubung di Indonesia kripto masuk ke dalam kategori komoditas, maka akan lebih mudah untuk membedakan CBDC dengan kripto. Kripto yang kita miliki tidak dapat digunakan untuk pembayaran di Indonesia selayaknya Rupiah, sementara Rupiah Digital akan berfungsi sama dengan versi uang kertas dan koinnya. (Btari Nadine)