Home
>
News
>
Publication
>
Tekan Risiko Perdagangan Aset Kripto dan Kembangkan Potensinya
Tekan Risiko Perdagangan Aset Kripto dan Kembangkan Potensinya
Tuesday, 11 May 2021

Richard Win Putra


Blockchain dan cryptocurrency tengah menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir. Konsep blockchain sendiri pertama kali mencuat bersama dengan kemunculan mata uang digital Bitcoin di tahun 2008.

Secara umum, teknologi Blockchain dapat didefinisikan sebagai sebuah rantai catatan (distributed ledger) yang disimpan pada sebuah node. Tiap node saling terkoneksi dan menggunakan algoritma konsensus untuk melakukan verifikasi atas transaksi yang terjadi. 

Blockchain terus berkembang, diikuti oleh kemunculan berbagai platform blockchain seperti Ethereum, R3 Corda, Hyperledger, dan lain-lain. Cryptocurrency sendiri merupakan istilah dari teknologi blockchain yang diaplikasikan dalam pembuatan mata uang digital. Dalam artikel ini kita akan membahas mengenai penerapan blockchain dalam konteks instrumen keuangan. 


Cryptocurrency di Indonesia

Cryptocurrency menjadi topik yang cukup kontroversial pada awal kemunculannya, dimana mayoritas negara-negara di dunia melarang cryptocurrency menjadi alat untuk pembayaran dan menggantikan mata uang negara.

Di Indonesia sendiri, cryptocurrency dikategorikan sebagai komoditas dan berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI). Sebagai komoditas, masyarakat (Pelanggan Aset Kripto) dapat membeli, menyimpan, dan menjual aset kripto secara legal melalui Pedagang Fisik Aset Kripto yang terdaftar di BAPPEBTI. 

Hingga 19 Juni 2020, sebanyak 13 perusahaan telah terdaftar di BAPPEBTI sebagai Pedagang Fisik Aset Kripto. Angka ini menunjukkan pertambahan, terutama sejak pertama kalinya diterbitkan regulasi mengenai aset kripto melalui Peraturan BAPPEBTI No. 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka. Peraturan ini kemudian diperbaharui melalui Perubahan Peraturan yang berlaku mulai 26 Juli 2019.


Peran Bursa dalam Perdagangan Aset Kripto

Munculnya regulasi aset kripto memberikan sinyal baik bagi para pelaku pasar aset kripto di Indonesia. Dengan kepastian hukum yang lebih baik, perkembangan transaksi aset kripto juga diharapkan dapat terus meningkat. 

Dalam regulasi tersebut, kehadiran Pedagang Fisik Aset Kripto juga didukung oleh kehadiran bursa (Pasar Fisik Aset Kripto) yang didampingi oleh lembaga kliring berjangka dan pengelola tempat penyimpanan. 

Dengan adanya bursa, pedagang aset kripto dapat mengambil harga acuan (price reference) dari bursa sebagai static price limits dari harga aset kripto yang dijual ke pelanggan. Selain itu, kehadiran bursa juga dapat membantu pemerintah, dalam hal ini BAPPEBTI, untuk mengawasi dan melihat potensi dari perputaran transaksi aset kripto di Indonesia.


Tantangan Besar bagi Pedagang Aset Kripto

Tantangan paling besar dalam skema perdagangan aset kripto tentunya berkaitan dengan teknologi. Pada dasarnya, aset kripto berada dalam platform blockchain publik dan bersifat terbuka, sehingga mekanisme transaksi sangat berbeda dengan proses jual-beli aset umum.

Sebagai contoh, pada aset kripto seperti Bitcoin, Ethereum, dan lainnya, kita umumnya memerlukan sebuah crypto wallet dan private key untuk menyimpan dan mengelola aset kripto yang telah kita beli. Maka, pedagang aset kripto yang memfasilitasi pembelian dan penjualan aset kripto biasanya menyediakan crypto wallet dan private key untuk menyimpan aset yang milik oleh pelanggan. 

Dalam kasus seperti ini, pedagang memiliki risiko cukup besar, karena secara langsung bertanggung jawab akan aset milik pelanggan. Jika pelanggan ingin mengirimkan asetnya yang berada di crypto wallet ke wallet mereka sendiri, pedagang akan berperan sebagai transmitter dan bertanggung jawab akan risiko terjadinya kesalahan transaksi. 

Risiko tersebut tentu telah dipertimbangkan oleh pedagang aset kripto dengan rencana mitigasi risiko yang sesuai. Terdapat pula serangkaian persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi pedagang aset kripto resmi, terutama terkait modal dan ekuitas minimum. Namun tidak dapat dipungkiri, ancaman akan keamanan aset kripto akan selalu ada di era keterbukaan digital seperti sekarang ini.

Dukungan Pemerintah Melalui Bursa

Tingginya perkembangan nilai transaksi perdagangan aset kripto, serta besarnya potensi pemanfaatan aset kripto di masa depan membuat peran pemerintah dalam mengawasi dan mendukung industri aset kripto semakin penting. Pengawasan dan dukungan tersebut bisa berupa relaksasi dari beberapa peraturan yang telah ada ataupun penguatan poin-poin penting terkait risiko perdagangan aset kripto. 

Adanya bursa yang membantu fungsi pengawasan dan kontrol terhadap pedagangan aset kripto, membuat tanggung jawab bursa juga tak kalah besar dalam perdagangan ini. Bursa perlu memiliki kapabilitas khusus, terutama dari segi teknologi, dalam menjalankan perdagangan aset kripto dengan karakteristik yang sangat berbeda dari aset komoditas pada umumnya.

Secara umum, transaksi aset kripto dapat dikategorikan sebagai on-chain dan off-chain. Transaksi yang dikategorikan sebagai on-chain hanya terdapat pada kasus-kasus tertentu, seperti saat pelanggan ingin mentransfer aset mereka dari wallet yang dimiliki oleh pedagang ke wallet pribadi pelanggan. 

Jika transaksi hanya berupa aktivitas jual-beli aset kripto oleh pelanggan dengan pedagang, maka transaksi tersebut dapat dikategorikan sebagai off-chain. Pada transaksi off-chain, tempat penyimpanan aset kripto yang ditransaksikan tidak berpindah (tetap berada di crypto wallet milik pedagang), hanya saja terjadi perubahan pencatatan saldo aset kripto pelanggan pada sistem informasi yang dikelola pedagang aset kripto. 

Sebagai pengawas dan verifikator transaksi aset kripto, bursa dan lembaga kliring perlu memiliki sistem yang dapat mencatat seluruh transaksi on-chain dan off-chain yang dilakukan oleh pedagang fisik aset kripto. 


Central Depository sebagai Kustodian

Seperti yang tertuang dalam peraturan BAPPEBTI, kehadiran bursa dan lembaga kliring juga didukung oleh central depository sebagai tempat penyimpanan sentral untuk aset kripto. Penyimpanan ini bisa berupa replikasi dari hot/cold wallet yang dimiliki pedagang, maupun hot/cold wallet yang dikontrol oleh central depository itu sendiri. 

Terkait keamanan aset kripto, terdapat dua isu penting yang perlu diperhatikan bersamaan dengan adanya central depository. Pertama, terkait keamanan aset kripto yang dilindungi oleh central depository. Menurut sebuah artikel oleh Reuters pada Februari 2020, kerugian akibat aksi kriminal terhadap aset kripto diperkirakan mencapai 4.5 miliar USD di tahun 2019. 

Meski angka tersebut tidak sepenuhnya berasal dari serangan terhadap crypto wallet, tetapi kerugian ini menunjukkan besarnya risiko pengelolaan aset kripto. Maka dari itu, central depository perlu mempersiapkan langkah-langkah pemulihan dan mitigasi risiko apabila terjadi serangan pencurian terhadap aset kripto yang dilindungi.


Regulatory Sandbox

Setiap pengetatan dan pelonggaran aturan perdagangan aset kripto tentunya akan menimbulkan trade-off (keputusan atas situasi tertentu yang melibatkan hilangnya manfaat tertentu untuk memperoleh manfaat lain). 

Misalnya, jika peran central depository diperkuat dengan mengharuskan pedagang mentransfer aset kripto dari wallet mereka ke wallet yang dimiliki oleh central depository, maka gas fee atas transaksi tersebut akan menjadi biaya tambahan yang memberatkan pedagang, serta pelanggan aset kripto.

Masih banyak isu penting dalam perdagangan aset kripto yang perlu menjadi pertimbangan para pengawas pedagangan, seperti conflict of interest, business continuity, fault tolerance, dan sebagainya. Regulasi dan pengawasan yang dilakukan harus ikut beradaptasi dengan berbagai penyesuaian, mengingat perkembangan aset kripto yang sangat cepat.

Regulatory sandbox dapat menjadi cara yang tepat untuk mengawasi perdagangan aset kripto tanpa menghambat perkembangan dan potensinya. Regulatory sandbox merupakan sebuah framework yang disusun untuk memberikan ruang fleksibiltas kepada inovasi. Pada regulatory sandbox, para pelaku bisnis diberikan kesempatan untuk mempresentasikan ide-ide baru serta menyatakan kekhawatiran terkait dengan regulasi yang ada. Regulatory sanbox pertama kali diperkenalkan di UK pada tahun 2014 sebagai bagian dari Project Innovate yang diinisiasi oleh Financial Conduct Authority.

Dengan memasukkan perdagangan aset kripto dalam sebuah regulatory sandbox, pemerintah dan lembaga pengawas lainnya dapat melihat pergerakan dari perdagangan aset kripto di Indonesia dan mendeteksi risiko,sekaligus potensi yang ada. Melalui sistem pengawasan yang tepat, Indonesia dapat berpotensi menjadi salah satu acuan dalam perdagangan aset kripto dunia. 


Member of
© Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX)
Join Our Monthly Newsletter
Follow Us
Contact Us
Midpoint Place, 22nd Floor, K.H. Fachrudin Street No. 26, Tanah Abang, Jakarta Pusat
+62 21 3002 7788