Home
>
News
>
Publication
>
Perdagangan Karbon di Bursa Berjangka
Perdagangan Karbon di Bursa Berjangka
Wednesday, 18 August 2021

Jericho Biere


Mengembangakan Ekonomi Hijau di Bursa Berjangka

Pada pertengahan tahun 2021, Cina telah menjalankan perdagangan emisi karbon perdananya secara nasional. Tepat pada 16 Juli 2021, bursa lokal di Cina melakukan perdagangan dengan volume karbon sebanyak 4.1 juta ton CO2 (karbon dioksida) atau setara dengan 210 juta yuan (32 juta dollar AS). 

Cina menyatakan bahwa sebelum tahun 2030, skema perdagangan emisi karbon di Cina akan mencapai puncaknya, sehingga pada tahun 2060 Cina menargetkan untuk sudah mencapai status carbon neutral. Saat ini, Cina disebut-sebut sebagai negara penghasil polusi udara terbesar di dunia dengan kandungan karbon dioksida tinggi.

World Population Review mencatat pada tahun 2018 bahwa Cina adalah negara penyumbang polusi karbon dioksida terbesar di dunia dengan kontribusi mencapai 30% dari total polusi karbon dioksida. Fakta tersebut membuat pemerintah Cina gencar untuk mengatasi masalah polusi udara ini dengan serius. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengadakan pasar emisi karbon lokal, yang juga diharapkan menjadi jalan keluar. 

Urgensi Penanganan Emisi Karbon Dunia

Mengapa emisi karbon menjadi masalah serius saat ini? Polusi udara yang mengandung karbon dioksida tinggi adalah penyebab utama dari pemanasan global. Sebagaimana kita ketahui, fenomena pemanasan global ini memang dipicu oleh aktivitas manusia, terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan fosil dan kegiatan alih guna lahan. 

Kegiatan manusia tersebut menghasilkan emisi yang mengandung gas-gas berbahaya bagi atmosfer. Semakin padat jumlah populasi dunia, kandungan gas-gas tersebut dalam atmosfer bumi menjadi semakin banyak, khususnya gas karbon dioksida (CO2) yang mengakibatkan efek rumah kaca. 

Efek rumah kaca (greenhouse effect) pun akhirnya menjadi istilah yang cukup erat kaitannya dengan pemanasan global. Disebut dengan efek rumah kaca karena terjadi peningkatan suhu bumi akibat panas yang terjebak di dalam atmosfer bumi. Proses ini mirip seperti rumah kaca yang berfungsi untuk menjaga kehangatan suhu tanaman di dalamnya.

Peningkatan suhu dalam rumah kaca terjadi karena adanya pantulan sinar matahari oleh benda-benda yang ada di dalam rumah kaca dan terhalang oleh dinding kaca, sehingga udara panas tidak dapat keluar. 

Dalam hal pemanasan global, efek rumah kaca terjadi karena kandungan karbon dioksida (bersama dengan metana dan halokarbon) menyerap energi (termasuk energi inframerah atau panas yang dikeluarkan bumi), lalu memancarkannya kembali. Energi panas yang dipancarkan tersebut mengarah ke segala penjuru. Sebagian kembali ke bumi dan sebagian lagi terjebak di permukaan bumi. 

Tanpa gas-gas rumah kaca seperti karbon dioksida, bumi akan beku hingga -18 derajat Celsius. Namun, terlalu banyak gas rumah kaca dapat menjadikan bumi seperti planet Venus, dengan suhu sekitar 400 derajat Celsius. Dengan demikian, pemanasan global akibat gas rumah kaca dapat mengancam peradaban makhluk hidup di masa mendatang, tak terkecuali manusia.

Partisipasi Perdagangan Karbon Internasional

Cina menjadi salah satu negara yang semakin sadar akan ancaman pemanasan global akibat emisi karbon yang dikeluarkan dari berbagai industri. Pemerintah Cina pun turut menyadari bahwa membangun perdagangan emisi karbon lokal dapat menjadi solusi yang tepat untuk permasalahan emisi karbon dalam negeri.

Selain Cina, negara-negara besar seperti Jerman, Kanada, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan, Swiss dan Amerika Serikat, juga menyelenggarakan perdagangan karbon dan tergabung dalam pasar karbon internasional. Salah satu pasar internasional tersebut dibentuk oleh Komisi Eropa bidang energi, perubahan iklim dan lingkungan. Pasar ini tergabung dalam sistem perdagangan emisi Uni Eropa (EU ETS). 

Sistem Perdagangan Emisi Uni Eropa sendiri merupakan sistem perdagangan emisi karbon multinasional terbesar di dunia. Sistem ini merupakan salah satu implementasi dari kebijakan utama Uni Eropa yang mengatur batasan emisi yang boleh dikeluarkan industri, sebagaimana telah ditetapkan dalam Protokol Kyoto. 

Bagaimana perdagangan emisi karbon dilaksanakan? Siapa saja yang turut berpartisipasi di dalamnya?

Sejak tahun 2005, EU ETS menetapkan batasan tahunan bagi perusahaan untuk dapat mengeluarkan emisi karbon dioksida dalam operasionalnya. Selain itu, tunjangan (allowances) untuk emisi karbon dalam perhitungan mata uang juga diluncurkan. Tunjangan ini berasal dari industri atau perusahaan yang memiliki ruang cukup besar dari batasan yang ditetapkan untuk emisi karbon yang dihasilkan. 

Sederhananya, perusahaan yang mengeluarkan sedikit emisi karbon dapat menjual sisa batasannya (allowances) kepada perusahaan yang mengeluarkan emisi karbon lebih besar dan melewati batasan per tahunnya. Jika tidak membeli allowances, maka perusahaan yang mengeluarkan emisi karbon berlebih tersebut harus membayar denda yang tidak sedikit.

Semakin berkembangnya perdagangan kredit karbon, terutama didukung oleh kesadaran banyak negara untuk meningkatkan kepedulian terhadap perubahan iklim akibat polusi karbon dioksida, semakin banyak pula negara-negara yang berpartisipasi dalam menciptakan pasar karbon. 

Hal tersebut memperluas cakupan untuk memenuhi kebutuhan dari banyak industri. Melalui perdagangan karbon, perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan emisi karbon dengan jumlah yang cukup signifikan, kini bisa tetap menerapkan nilai yang baik terhadap lingkungan, sosial dan tata kelola perusahaan (Environmental, Social, and (Corporate) Governance - ESG). 

Emisi karbon allowances memiliki kepemilikan seperti pasar keuangan pada umumnya. Allowances memiliki nilai finansial, sehingga menciptakan peluang investasi bagi seluruh partisipan pasar. Partisipan tidak terbatas pada perihal kepatuhan (compliances) atau perusahaan-perusahaan yang diwajibkan saja, tetapi juga terbuka bagi pemain-pemain industri lain seperti perusahaan investasi, perbankan, perusahaan pialang, dan bahkan perorangan yang berkecimpung dalam pasar keuangan. 

Perusahaan-perusahaan keuangan tersebut memiliki peran penting dalam pasar karbon, salah satunya meningkat likuiditas pasar dan keahlian dalam pasar keuangan. Jika kita menilik pasar karbon di dunia, terdapat beberapa kasus di mana banyak pihak terlibat yang memutuskan untuk tidak menahan allowances selama setahun karena kepatuhan (compliances) atau batasan emisi yang diwajibkan ditetapkan satu kali dalam setahun. 

Mereka pun membeli kontrak atau opsi beli atas allowances tersebut sebelum waktu yang diwajibkan untuk menyerahkan allowances ke dalam akun emisinya. Kontrak-kontrak tersebut memiliki nilai setara mata uang yang berasal dari turunan asetnya, atau disebut sebagai kontrak berjangka kredit karbon. Seperti kontrak derivatif (turunan) keuangan lainnya, kontrak berjangka kredit karbon ditransaksikan di bursa berjangka.

Apa perbedaan carbon allowance dan carbon offset?

Carbon allowance adalah istilah yang digunakan untuk sertifikat izin yang merepresentasikan hak legal untuk menghasilkan 1 ton (metrik ton) karbon dioksida (setara gas rumah kaca). Sertifikat ini dikeluarkan oleh perusahaan atau organisasi yang berpartisipasi dalam pasar karbon wajib.

Jika satu pihak menghasilkan kurang dari jumlah karbon yang diperkirakan, mereka boleh menjual allowance berlebih mereka ke pihak lain yang menghasilkan karbon lebih dari target. Perlu diingat bahwa carbon allowance tidak dihasilkan dari proyek-proyek yang khusus bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Carbon allowance berasal dari organisasi atau perusahaan yang menghasilkan emisi di bawah perkiraan.

Carbon offset juga merepresentasikan 1 ton karbon dioksida, namun asalnya berbeda. Carbon offset berasal dari pengurangan emisi yang dilakukan oleh proyek sukarela, di mana proyek ini secara khusus bertujuan untuk mengurangi emisi. Proyek-proyek ini biasanya berada di luar operasional perusahaan, seperti pembangunan turbin, proyek pengurangan metana, atau pemulihan hutan. 

Perdagangan Karbon di Bursa Berjangka

Berkembangnya pasar kredit karbon di bursa berjangka melalui produk kontrak berjangka kredit karbon bermula dari Eropa, tepatnya di European Energy Exchange (EEX). Pengembangan karbon kredit berjangka memberikan solusi bagi perusahaan yang membutuhkan karbon kredit untuk potensi emisi karbon yang dihasilkan perusahaannya pada waktu mendatang. 

Semakin banyak proyek-proyek ramah lingkungan yang dapat memberikan offset bagi emisi karbon yang ada sekarang, tentunya akan meningkatkan sisi penawaran (pasokan) dari perdagangan karbon kredit. 

Proyek-proyek seperti penanaman hutan dan mangrove, serta pelestarian lingkungan yang legal dan bersertifikasi, semakin gencar dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Peningkatan jumlah proyek-proyek ramah lingkungan yang dilakukan oleh para pemimpin dunia, memberikan harapan lebih besar akan target tercapainya carbon neutrality dunia pada rentang waktu 2050-2060. Target ini telah ditetapkan dalam Paris Agreement yang berlangsung pada tahun 2015.

Carbon neutrality merujuk pada bagaimana setiap karbon dioksida yang dikeluarkan oleh aktivitas perusahaan seimbang dengan tindakan lain untuk menghilangkan karbon dioksida tersebut, sehingga tercapai net-zero carbon emission. Sebagai contoh, ‘tindakan lain’ ini dapat berupa penanaman hutan dengan kemampuan menyerap karbon dioksida yang setara dengan emisi yang diproduksi perusahaan tersebut.

Netralitas Karbon Menjadi Kunci Kelangsungan Makhluk Hidup 

Peradaban manusia dan keberlangsungan makhluk hidup di bumi bergantung sepenuhnya kepada kondisi alam semesta. Apa yang kita tanam, itulah yang generasi kita selanjutnya akan tuai di masa mendatang. Jika kita ‘menanam’ gas-gas rumah kaca pada lapisan atmosfer, ataupun membuang zat-zat beracun pada perairan, maka generasi selanjutnya akan mengalami kesulitan bertahan hidup. Air bersih sudah terkontaminasi. Udara tidak lagi aman untuk dihirup. Suhu panas terjebak di bumi.

Maka dari itu, carbon neutrality menjadi komitmen yang tepat dari para pemimpin dunia untuk menjaga bumi dari potensi kerusakan fatal di masa mendatang. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam proyek-proyek ramah lingkungan, maka semakin banyak udara bersih dan lingkungan hidup sehat yang bisa dihasilkan. Semua ini dapat menghilangkan jejak karbon hingga di titik nol. 

Indonesia termasuk negara dengan hutan lindung yang luas dan tersebar di berbagai wilayah. Seperti Brazil, Indonesia pun turut menjadi paru-paru dunia, sebab hutan-hutan di Indonesia memiliki kemampuan serap karbon dioksida yang tinggi dan menghasilkan udara bersih. Dengan kata lain, Indonesia dapat menjadi kontributor karbon kredit yang cukup besar dalam perdagangan karbon internasional.

Pemerintah pun saat ini sudah mulai memetakan potensi perdagangan karbon kredit dari proyek ramah lingkungan maupun lahan-lahan Indonesia untuk diperdagangkan di kancah global. Semoga dengan turut aktifnya Indonesia dalam perdagangan karbon dunia, Indonesia dapat turut menjaga bumi pertiwi dari kerusakan, sekaligus memperoleh nilai ekonomi baru dari aktivitas carbon finance, sekaligus meramaikan kembali aset investasi baru di dalam negeri.

Tentang Pasar Karbon
Mekanisme perdagangan kredit karbon melalui bursa dapat membantu mewujudkan target kebijakan iklim dan menekan biaya dalam mencapai target pengurangan emisi Indonesia.
Member of
© Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX)
Join Our Monthly Newsletter
Follow Us
Contact Us
Midpoint Place, 22nd Floor, K.H. Fachrudin Street No. 26, Tanah Abang, Jakarta Pusat
+62 21 3002 7788