Home
>
News
>
Publication
>
Merdekakan Komoditas Unggulan Indonesia Bersama Bursa
Merdekakan Komoditas Unggulan Indonesia Bersama Bursa
Tuesday, 04 May 2021

Indonesia tepat merayakan hari kemerdekaan yang ke-75 pada 17 Agustus 2020 lalu. Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merdeka sendiri mempunyai tiga arti, yaitu:

Bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri;

Tidak terkena atau lepas dari tuntutan;

Tidak terikat, tidak tergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa.


Dari pengertian di atas, jika kita kaitkan dengan komoditas Indonesia, apakah Indonesia sudah mencapai “kemerdekaan” untuk komoditas unggulan tanah air hingga saat ini?


Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan telah menjadi produsen besar bagi bermacam-macam komoditas unggulan di mata dunia, seperti kelapa sawit, kopi, coklat, teh, karet, timah, nikel, batu bara dan sebagainya.


Meski demikian, Indonesia belum serta merta ‘memimpin’ perdagangan semua komoditas unggulannya tersebut. Harga referensi bagi sebagian komoditas tersebut tidak terbentuk di Indonesia. Apabila harga yang terbentuk dalam perdagangan komoditas tertentu di Indonesia menjadi harga referensi dunia, maka boleh dikatakan Indonesia telah berhasil mengambil kedaulatan atas komoditas tersebut. 


Dengan kata lain, pelaku pasar di Indonesia sendirilah menentukan harga jual atas komoditas unggulan tanah air, tidak lagi bergantung pada harga yang terbentuk pada perdagangan di luar negeri yang condong menguntungkan pembeli. 


Komoditas yang telah “merdeka”

Timah dan kelapa sawit termasuk dalam kategori ini. Mengapa? Berikut penjelasannya:

  • Timah

Indonesia merupakan eksportir terbesar dunia untuk timah, serta produsen terbesar kedua setelah Cina. Sehingga, posisi Indonesia menjadi penting di pasar timah internasional. 


Namun, jika kita flashback sedikit ke perdagangan timah sebelum tahun 2013, referensi harga yang digunakan untuk transaksi jual beli komoditas timah masih mengacu pada harga yang dibentuk di London Metal Exchange (LME) dan Kuala Lumpur Tin Market (KLTM). 


Melihat kondisi tersebut, pemerintah Indonesia pun secara tegas memandatkan agar tataniaga perdagangan timah dilakukan melalui bursa timah. Selain memudahkan dalam hal pengawasan transaksi, harga pun terbentuk secara wajar, adil dan transparan. 


Di tahun 2013, Indonesia Commodity and Derivative Indonesia (ICDX) ditunjuk secara resmi sebagai penyelenggara Bursa Timah. Keberhasilan yang diraih oleh ICDX dalam memerdekakan perdagangan timah dapat dilihat dari bertambahnya jumlah pembeli internasional yang bergabung, yaitu dari 14 perusahaan di tahun 2013, naik hingga saat ini mencapai 37 perusahaan. 


Selain itu, harga yang terbentuk di ICDX juga telah menjadi referensi harga timah dunia, sebagaimana dapat dilihat pada kutipan harga (quotes) oleh International Tin Association (ITA), Reuters, Bloomberg dan berbagai media lainnya. 

  • Kelapa Sawit

Indonesia merupakan produsen terbesar dunia untuk kelapa sawit. Namun, harga referensi global komoditas ini masih mengacu pada harga yang terbentuk di bursa Malaysia Derivatives Berhad's (BMD). 


Meski belum sepenuhnya menjadi harga referensi, sejak ditransaksikan di dalam bursa, pembobotan harga untuk perhitungan HPE (Harga Patokan Ekspor) kelapa sawit tidak lagi di dominasi oleh harga rata-rata internasional yang terbentuk di BMD maupun pasar CPO Rotterdam. Bahkan, melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 128 Tahun 2013, 60% harga HPE diambil dari harga rata-rata yang dibentuk di bursa Indonesia.


Komoditas yang “hampir merdeka”

Pada kategori ini, komoditas berikut pernah ditransaksikan melalui bursa, namun belum berhasil meraih kepercayaan pelaku pasar untuk akhirnya membentuk harga referensi. 

  • Karet

Indonesia merupakan negara produsen karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Sekitar 85% dari produksi karet Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor. 


Pada bulan Oktober 2016, sempat diluncurkan sistem perdagangan produk karet terstandardisasi melalui bursa. 


Hal ini dilakukan dalam rangka membentuk Regional Rubber Market (RRM) agar pasar karet Indonesia, Thailand dan Malaysia memiliki standarisasi yang sama. Sayangnya, hingga saat ini sistem tersebut masih menjadi perdebatan di sisi pelaku pasar baik dalam maupun luar negeri.


  • Kopi

Berdasarkan data International Coffee Organization (ICO) tahun 2017, Indonesia menempati posisi produsen kopi terbesar ke-4 di dunia yang berkontribusi sebesar 6.88% terhadap total produksi kopi dunia. 


Sementara dari sisi konsumen, Indonesia menduduki peringkat terbesar kedua dunia dengan pangsa pasar sebesar 9.32%. Untuk referensi harga kopi, pelaku pasar di Indonesia masih mengacu pada harga yang terbentuk di bursa Intercontinental Exchange Amerika (ICE-US) untuk kopi Arabika, dan bursa ICE-EU (dulu bernama NYSE LIFFE London) untuk kopi Robusta. Meski sempat ditransaksikan melalui salah satu bursa di Indonesia, namun hal ini masih belum mampu meraih kepercayaan dari pelaku pasar.


  • Kakao (cokelat)

Indonesia merupakan produsen terbesar ke-3 di dunia untuk komoditas ini, menurut data dari UN Food and Organization tahun 2017. Seperti kopi, kakao juga sempat ditransaksikan melalui salah satu bursa di Indonesia, namun belum mampu meraih kepercayaan dari pelaku pasar.

Hingga saat ini, pelaku pasar masih menggunakan harga kakao yang terbentuk di bursa New York Mercantile Exchange (NYMEX) dan ICE London. Harga yang terbentuk di NYMEX berdasarkan harga kakao di pasar Asia Selatan, sedangkan harga ICE London berasal dari pasar kakao Afrika.


  • Batu bara

Indonesia merupakan negara eksportir batu bara terbesar di dunia dan menduduki peringkat ke-4 sebagai negara produsen batu bara terbesar (International Energy Agency, 2018). Serupa dengan kopi dan kakao, batu bara belum mampu meraih kepercayaan dari pelaku pasar setelah ditransaksikan di salah satu bursa Indonesia. 


Hingga saat ini, pemerintah menggunakan harga dari Indonesia Coal Index (ICI) yang dirilis oleh Argus dan Coalindo Energy sebagai acuan pembayaran royalti dan harga referensi batu bara Indonesia.


  • Teh

Sebagai minuman terpopuler ke-2 di dunia setelah air, teh memiliki lebih dari 1.000 varietas berbeda. Secara umum, teh dapat digolongkan menjadi tiga varietas berdasarkan tingkat oksidasinya, yaitu teh putih, hijau oolong, dan teh hitam. 


Merujuk pada data yang dirilis International Tea Committee (ITC), Indonesia merupakan negara penghasil teh terbesar ke-5 di dunia, setelah China, India, Kenya dan Sri Lanka. Meski Pasar Fisik Teh dibentuk tahun 2015 untuk mengorganisasi perdagangan teh melalui bursa, upaya tersebut belum mampu meraih kepercayaan dari pelaku pasar.  


  • Lada

Indonesia menduduki peringkat ke-2 dunia sebagai produsen lada terbesar setelah Vietnam. Produksi lada Indonesia tersentralisasi di dua wilayah, yakni Kepulauan Bangka Belitung untuk lada putih dan Lampung untuk lada hitam. 


Dalam upaya menstabilkan harga lada putih, serta menciptakan referensi harga yang transparan, pemerintah daerah telah menganjurkan untuk melakukan transaksi lada putih melalui bursa.


  • Nikel

Indonesia merupakan negara produsen nikel terbesar di dunia (USGS, 2019) dengan kontribusi sebesar 27% dari total pasokan nikel dunia. 


Namun, pemerintah Indonesia secara resmi memutuskan untuk menutup ekspor bijih nikel sejak Januari 2020, atau lebih cepat dari rencana semula di tahun 2022. 


Pemberlakuan larangan ekspor tersebut membuat penambang bijih nikel hanya dapat menjual hasil tambangnya ke smelter dalam negeri, yang mayoritas dikuasai oleh investor asing. Sebelum larangan ekspor resmi diberlakukan, penambang bijih nikel mengusulkan agar tataniaga perdagangan nikel khususnya transaksi bijih nikel tujuan dalam negeri dapat dimandatori seperti perdagangan timah. Namun, hingga saat ini belum ada sinyal positif dari pemerintah untuk usulan tersebut. 


Layaknya perjuangan Indonesia dalam meraih kemerdekaan, maka diperlukan pula upaya dan kerja keras bersama dalam memerdekakan komoditi unggulan Indonesia agar dapat berdaulat di negara sendiri. Tentunya, upaya tersebut membutuhkan dukungan penuh, baik dari pemangku kepentingan maupun pemangku kebijakan, agar dapat turut bahu-membahu memperjuangkan hal tersebut. 


Mari merdekakan komoditi unggulan tanah air lewat perdagangan di dalam Bursa Komoditi & Derivatif Indonesia dan jadikan harga pasar komoditas Indonesia sebagai harga referensi perdagangan komoditas unggulannya. (Girta Yoga)

Member of
© Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX)
Join Our Monthly Newsletter
Follow Us
Contact Us
Midpoint Place, 22nd Floor, K.H. Fachrudin Street No. 26, Tanah Abang, Jakarta Pusat
+62 21 3002 7788