Home
>
News
>
Publication
>
MENGENAL INDIKATOR PENGGERAK PASAR MINYAK
MENGENAL INDIKATOR PENGGERAK PASAR MINYAK
Saturday, 13 February 2021

Diperbarui 2024

Jika ditanya apa yang menggerakan harga komoditas, tentunya semua akan setuju bahwa itu semua akan kembali ke hukum pasar yakni supply and demand (permintaan dan penawaran). Lantas, untuk komoditi minyak mentah sendiri apa yang dapat mempengaruhi faktor supply and demand tersebut?

Sebagai salah satu komoditas yang paling aktif diperdagangkan di dunia, harga minyak mentah selalu berfluktuasi setiap saat, sehingga wajar apabila minyak mentah menjadi salah satu pilihan utama bagi investor dalam meletakkan pundi-pundi investasinya.

Harga minyak mentah juga mempengaruhi banyak asset lain, termasuk saham, obligasi, mata uang, dan bahkan komoditas lainnya. Untuk itu bagi investor yang baru akan memulai untuk berkecimpung dalam perdagangan minyak mentah, ada baiknya melihat beberapa indikator penting dibawah ini:Harga minyak mentah juga mempengaruhi banyak asset lain, termasuk saham, obligasi, mata uang, dan bahkan komoditas lainnya. Untuk itu bagi investor yang baru akan memulai untuk berkecimpung dalam perdagangan minyak mentah, ada baiknya melihat beberapa indikator penting dibawah ini:

1. Laporan Persediaan Minyak Mentah

Laporan ini menjadi salah satu data terpenting yang digunakan oleh pedagang dan analis minyak dalam merepresentasikan pertumbuhan permintaan minyak. Jika persediaan minyak meningkat, maka mengindikasikan bahwa permintaan sedang lesu, demikian juga sebaliknya. Mengingat permintaan dan penawaran menjadi salah satu faktor penentu harga komoditas, maka data inventaris ini juga berdampak langsung pada harga minyak. Ada kalanya, harga minyak berfluktuasi tajam ketika perubahan data stok yang dirilis berbeda dari perkiraan para analis.

Ada dua laporan stok minyak mentah yang dirilis setiap minggunya yakni laporan dari American Petroleum Institute (API) dan Energy Information Administration (EIA).

API yang terdiri dari grup industri yang mewakili produsen minyak AS ini mulai merilis laporan sejak tahun 1929 dan jadwal rilis laporannya setiap hari Selasa pukul 4.30 sore waktu setempat (Rabu, pukul 3.30 WIB). Sedangkan EIA mulai merilis laporannya sejak 1979 dan dirilis setiap hari Rabu pukul 10.30 pagi waktu setempat (Rabu, pukul 21:30 WIB). EIA sendiri merupakan organisasi independen yang mengumpulkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi seputar energi di AS.

2. Laporan Hitungan Jumlah Rig Minyak

Laporan ini dirilis mingguan oleh perusahaan jasa asal AS -Baker Hughes- setiap hari Jumat pukul 01:00 siang waktu setempat (Sabtu, pukul 00:00 WIB). Baker Hughes mulai merilis laporan ini tahun 1944, yang awalnya hanya melaporkan kegiatan pengeboran di AS dan Kanada. Di tahun 1975, Baker Hughes mulai merilis untuk perhitungan rig secara internasional.

Mengutip dari Wikipedia, rig dapat didefiniskan sebagai suatu instalasi peralatan untuk melakukan pengeboran ke dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh air, minyak, atau gas bumi, atau deposit mineral bawah tanah. Lokasi rig ini sendiri bisa berada di atas tanah (on shore) atau di atas laut/ lepas pantai (off shore) tergantung kebutuhan pemakaianya.

Oleh karena laporan hitungan rig ini menunjukkan aktivitas aktual dari investasi para perusahaan minyak dan gas yang sepenuhnya terlepas dari spekulasi pasar, maka laporan ini kerap dijadikan barometer utama bagi industri pengeboran dan pemasoknya. Jumlah rig yang meningkat, mengindikasikan pasar minyak sedang cerah sehingga investasi untuk menambah rig baru juga naik, begitupun sebaliknya.

3. Pertemuan rutin OPEC+

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak beserta sekutunya yang dikenal sebagai OPEC+ merupakan organisasi yang terdiri dari 13 negara anggota OPEC yang dipimpin oleh Arab Saudi dan 10 negara pengekspor non-OPEC utama dunia yang dipimpin oleh Rusia.

Secara total OPEC+ mengontrol lebih dari 50 persen pasokan minyak global dan sekitar 90 persen cadangan minyak dunia. Pertemuan antara para anggota OPEC+ biasanya diadakan dua kali setahun atau setiap enam bulan sekali di markas pusat yang berlokasi di Wina, Austria.

Dalam setiap pertemuan, para Negara anggota OPEC+ secara bersama-sama menyepakati jumlah minyak yang akan diproduksi serta kebijakan-kebijakan lain yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh pasar minyak global saat ini. Sehingga, setiap kali OPEC+ mengadakan pertemuan baik itu menjelang ataupun sesudahnya, secara tidak langsung akan mempengaruhi harga minyak global.

Sebagai contoh nyata yang terjadi di awal Maret 2020, dimana keinginan Arab Saudi untuk melanjutkan pemangkasan produksi ditentang oleh Rusia dan berakhir dengan tidak dilanjutkannya kesepakatan pemangkasan produksi. Sebagai tanggapan, Saudi menawarkan harga yang luar biasa rendah kepada para pembeli, dimana harga jual April di diskon hampir 50 persen (dari $14 menjadi $8 per barel). Selain itu Saudi juga meningkatkan produksi secara drastis yang menjadi awal mula perang harga antara Saudi dengan Rusia. Akibatnya, harga minyak WTI yang terpantau pada tanggal 9 Maret 2020 anjlok 24 persen menjadi $31.13 per barel setelah pada sesi pembukaan sempat turun tajam sebesar 27 persen menjadi $30 per barel, penurunan terparah sejak Januari 1991.

4. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah

Geopolitik dapat dikatakan selalu menjadi katalis positif bagi harga minyak, khususnya ketegangan politik yang terjadi di Timur Tengah yang menjadi pusat berkumpulnya Negara-negara produsen minyak mentah dunia.

Salah satu contoh adalah serangan pesawat tak berawak atau drone pada hari Sabtu (14/9) di sebuah fasilitas pemrosesan minyak daerah Abqaiq dan ladang minyak Khurais, yang keduanya dioperasikan oleh Saudi Aramco, perusahaan produksi minyak milik negara Arab Saudi. Serangan tersebut menyebabkan penurunan produksi terbesar Saudi sepanjang sejarah, yakni sebanyak 5.7 juta barel per hari. Akibatnya, harga minyak dunia melonjak tajam, mengutip dari Reuters dilaporkan bahwa pada hari Senin (16/9) minyak jenis West Texas Intermediate (WTI), harga sempat naik hingga 15 persen ke level USD 63.34 per barel, level tertinggi sejak 22 Juni 1998.

5. Bencana

Bencana yang dimaksud disini dapat dikategorikan menjadi 2 macam yakni bencana alam dan bencana non-alam. Bencana yang terjadi pada Negara-negara baik itu produsen, konsumen, eksportir maupun importer minyak mentah, tentunya berdampak pada keseimbangan permintaan dan penawaran.

Contoh kasus untuk bencana alam adalah badai besar, karena umumnya menyebabkan penutupan kilang, membanjiri sumur minyak, penutupan pelabuhan dan penghentian produksi minyak. Badai Tropis Barry misalnya yang melanda Teluk Meksiko pada Juli 2019, membuat harga minyak WTI melonjak naik di atas $60 per barel, tertinggi selama tujuh minggu sejak 22 Mei 2019.

Sedangkan untuk contoh kasus bencana non-alam, kasus yang sedang booming dan masih berlanjut hingga saat ini adalah pandemi covid-19. Para analis memperkirakan permintaan bahan bakar minyak minyak global di tahun 2020 akan merosot hingga 30 persen atau sebesar 30 juta bph selama berlangsungnya periode pandemi. Jika diperhatikan sepanjang kuartal I 2020, harga minyak telah merosot tajam sebesar 65 persen.

Nah, kabar gembira bagi kalian yang ingin memulai untuk berinvestasi dalam komoditi minyak mentah secara aman dan terpercaya, ICDX kini menghadirkan kontrak berjangka minyak mentah dalam mata uang uang dolar AS. Jangan ragu untuk segera klik www.gofx.co.id dan mulai investasi-mu sekarang juga.

Member of
© Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX)
Join Our Monthly Newsletter
Follow Us
Contact Us
Midpoint Place, 22nd Floor, K.H. Fachrudin Street No. 26, Tanah Abang, Jakarta Pusat
+62 21 3002 7788